Tuesday, October 12, 2010

Wae Rebo - Penti (November 15th 2010)


November 12th - 18th 2010, Backpacker format.

Kampung Wae Rebo adalah salah satu kampung asli orang Manggarai yang masih mempertahankan Rumah Adat berdenah lingkaran dan berbentuk kerucut (Mbaru Tembong dan Mbaru Niang) di pedalaman Flores Barat. Terletak di 1221 mdpl menyebabkan kampung ini berhawa dingin, pada saat-saat tertentu bertiup angin yang cukup kencang dan tertutupi oleh kabut-kabut yang cukup tebal. Untuk mencapai kampung ini pengunjung harus melewati jalan setapak di pegunungan dengan hutan hujan tropisnya yang lebat. Dari kampung terakhir yang memiliki akses kendaraan bermotor, kampung Wae Rebo dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama lebih kurang 4-5 jam.


Wae Rebo sedang diselimuti kabut.

Saat ini terdapat 4 buah rumah adat di Wae Rebo, yakni 1 buah Mbaru Tembong, dan 3 buah Mbaru Niang. Menurut para tetua adat, dahulu di Wae Rebo terdapat 7 buah rumah adat. 3 buah Mbaru Niang roboh karena dimakan usia dalam sepuluh tahun terakhir ini. Rumah adat di Wae Rebo merupakan rumah komunal, yakni rumah yang dihuni oleh banyak keluarga. Mbaru Tembong dihuni 8 (delapan) keluarga yang merupakan utusan langsung dari leluhur, sedang Mbaru Niang dihuni 6-7 keluarga yang merupakan warga biasa.

Suasana ruang dalam di Mbaru Tembong.

Secara umum pembagian ruang pada Mbaru Tembong dan Mbaru Niang adalah sama, hanya berbeda pada fungsi adat. Rumah adat ini berdenah lingkaran dengan satu buah tiang utama di tiang, sehingga secara keseluruhan membentuk kerucut. Atapnya juga sekaligus berfungsi sebagai dinding, berbahan ilalang dan ijuk. Sebagian besar rangka pembentuk rumah berupa kayu keras dan sebagai pengikat digunakan tali dari rotan yang banyak terdapat di hutan-hutan adat orang Wae Rebo. Denah berbentuk lingkaran itu dibagi menjadi dua, sebagian ruang untuk bilik (kamar) keluarga dan tungku untuk memasak, sebagian ruang dekat pintu masuk untuk ruang bersama. Di rumah adat ini hanya terdapat satu akses keluar-masuk, yakni berupa pintu dengan dua daun, terletak pada bagian paling depan.

Wae Lomba, pos 1, terdapat mata air, dahulu merupakan pasar dimana orang Wae Rebo dan orang pesisir melakukan jual beli dengan sistem barter.


Pocoroko, pos 2, satu-satunya tempat utk bisa menghubungi sanak saudara nan jauh disana, karena hanya disini terdapat sinyal handphone, hehe...

Bentuk lingkaran merupakan manifesti kalau orang Wae Rebo suka berkumpul melakukan musyawarah dan kegiatan bersama lainnya. Satu buah akses keluar-masuk untuk mempermudah pengawasan terhadap faktor keamanan bersama.

Sebagian besar warga Wae Rebo bermatapencaharian sebagai petani. Kampnung Wae Rebo dikelilingi oleh kebun-kebun yang sangat luas, terutama kopi yang dapat tumbuh subur walau tanp aperlakuan istimewa. Selain itu mereka mimiliki kebun jeruk, ubi talas, ubi singkong, labu, pepaya dan jenis buah dan sayuran lainnya.

Hasil kerajinan tangan warga Wae Rebo cukup sederhana yang dapat dipakai untuk membantu keseharian mereka sebagai petani, antara lain tas keranjang dari kulit bambu dan rotan, anyaman tikar pandan dan kain tenun yang disebut Songke.

Penti adalah ritual khusus bagi masy Wae Rebo, yaitu tahun baru bagi penanggalan mereka (bulan berdasar dari suara-suara alam (burung) dan tumbuhan) atau juga bertepatan dengan beralihnya musim kemarau ke musim penghujan sehingga sangat tepat utk dimulainya musim tanam di kebun. Semua yang berkaitan dengan kehidupan orang Wae Rebo akan diupacarakan, seperti mata air, tanah/kebun, benda pusaka (kendang, dsb), kampung (compang) dan rumah adat (Mbaru Tembong/Niang).

Like dan Compang (pusat kampung)

Caci, yaitu pertarungan antar pemuda kampung menggunakan pakaian perang dan senjata cambuk + tameng juga akan digelar hanya pada saat Penti ini. Anda yg ingin mencoba utk bercaci ria, sangat dipersilahkan, tetapi jangan memilih lawan dari pihak Wae Rebo, karena mereka dengan sangat sadar akan mengeluarkan semua kemampuannya. Caci, akan diiringi musik dari kendang-kendang pusaka yang akan dimainkan di Like, pelataran/teras dari susunan batu-batu besar yg terletak di depan Mbaru Tembong. Hanya pada saat ini kendang-kendang pusaka bisa dibawa keluar dari Mbaru Tembong.

Utk yang memiliki keperluan pribadi yg ingin didoakan secara ritual oleh masy Wae Rebo, sangat dipersilahkan, misal akan memulai hidup baru dengan pasangannya, akan bersekolah lebih lanjut, minta keselamatan, dsb. Biasanya akan dipotongkan ayam berbagai warna, sesuai dengan tujuannya.

Yang ingin belajar singkat bagaimana orang Manggarai membuat Lingko/Mbaru Tembong, nanti akan kita minta para tetua untuk menunjukkannya.

Suasana berkumpul di Mbaru Tembong.


Wae Rebo saat bulan purnama :)



Gambaran rute perjalanan ke Wae Rebo.



1st Day - Friday, November 12th 2010

  1. Denpasar -Labuan Bajo (Merpati) (12.00 - 13.30) (428.000 & airport tax 30.000)

  2. Airport to travel agent (ojek) (5.000)

  3. Labuan Bajo - Ruteng (travel) 14.00 - 19.00 (60.000)

  4. Dinner at Ruteng (15.000)

  5. Night at Ruteng (hotel/motel) (100.000-150.000)

TOTAL = 688.000


2nd Day-Saturday, November 13th 2010

  1. Breakfast at Ruteng (07.00- 08.00) (15.000)

  2. Visit Ruteng Puu (Awal mula kota Ruteng, 15 minutes from Ruteng) (ojek) (08.00 - 09.30) (5.000)

  3. Lunch at Ruteng (11.00 - 12.00) (15.000)

  4. Ruteng - Kombo (truk) (12.00 - 18.00) (25.000)

  5. Dinner n night at Kombo (villager’s house) (xxxxxx)

TOTAL = 60.000


3rd Day-Sunday, November 14th 2010

  1. Breakfast at Kombo (06.30 – 07.30)

  2. Kombo to Denge (ojek) (07.30- 07.45) (5.000)

  3. Denge - Wae Rebo (walk walk walk!!! ) (08.00 - 13.00) (need porter? Xxxxxx)

  4. Welcoming by Wae Rebo people (upacara adat penerimaan tamu, potong ayam) (50.000, utk membeli ayam)

  5. Night at Wae Rebo (xxxxxx)

TOTAL = 55.000


4th Day-Monday, November 15th 2010

Penti, spend whole day in Wae Rebo, night at Wae Rebo (xxxxxx)

TOTAL = xxxxxxx


5th Day-Tuesday, November 16th 2010

  1. Breakfast at Wae Rebo

  2. Penti

  3. Lunch at Wae Rebo

  4. Wae Rebo -Denge (walk walk walk) 12.00 - 18.00 (need porter? Xxxxxx)

  5. Denge - Kombo (ojek) (18.00 - 18.30) (5.000)

  6. Dinner n night at Kombo (villager’s house) (xxxxxx)

TOTAL = 5.000


6th Day-Wednesday, November 17th 2010

  1. Kombo to Pela (truk) (04.00 - 12.00) (25.000)

  2. Lunch at Pela (12.00 - 13.00) (15.000)

  3. Pela to Labuan Bajo (travel) (13.00 - 18.00) (60.000)

  4. Dinner at Labuan Bajo (15.000)

  5. Night at Labuan Bajo (hotel/motel) - Bajo Hotel (100.000-150.000)

TOTAL = 265.000


7th Day-Thursday, November 18th 2010

  1. Breakfast at Labuan Bajo (07.00-08.00) (15.000)

  2. walk arround Labuan Bajo (08.00-12.00) (xxxxx)

  3. Lunch at Labuan Bajo (12.00-13.00) (15.000)

  4. Hotel to Airport (ojek) (13.00-13.30) (5.000)

  5. Labuan Bajo - Denpasar (Merpati) (15.15-16.45) (428.000 & airport tax 25.000)

TOTAL = 488000


TOTAL = 1.561.000


(nb : xxxxxx : porter, kebutuhan pribadi, donasi sukarela, dsb)


Di Flores, transportasi adalah hal yang paling krusial, jika menggunakan transportasi umum harap maklum untuk jadwalnya yg tidak menentu, sehingga akan banyak menghabiskan waktu. Perkiraan jika menggunakan transportasi umum :

  • Labuan Bajo - Ruteng by travel : 5 - 6 jam, hampir setiap 1 jam akan ada travel rute ini.

  • Ruteng - Dintor/Kombo - Ruteng by truk (adalah angkutan massal berupa truk yang bak belakangnya ditutup tenda, jarak antar tempat duduk sangat ngepas dengan lutut kita dan semua barang bisa masuk, sampai hewan peliharaan semacam babi, dkk, berapapaun jumlah calon penumpang yang didapat akan terus dinaikkan, walau harus beratapkan langit, alias di atas tenda, jadi bersiaplah ;))


Pela dan gambaran truk yang akan kita tumpangi :)

      • Truk yg beroperasi dgn rute Ruteng - Dintor hanya 1 - 2 armada, sehingga jadwal truk Ruteng/Pela - Dintor/Kombo sangat terbatas, jika terlewat sekali, berarti harus menunggu esok harinya, yaitu :

        • Dintor - Ruteng, Subuh, 04.00 - 12.00, akan banyak berhenti disetiap desa yg dilalui.

        • Ruteng - Dintor, Siang, 13.00 - 19.00/20.00, sama, akan banyak berhenti di setiap desa yg dilalui.


Jika peserta mencapai 4-7 orang, sebaiknya kita rental mobil, ini akan lebih mempersingkat waktu, dan semua agenda dapat berubah banyak.

Perhitungan waktu jika menggunakan jasa rental :

  • Labuan Bajo - Pela : 4 - 5 jam

  • Pela - Kombo/Denge : 3 jam

Ongkos rental mobil di Flores (jenis kijang kapsul, APV, dsb) berkisar antara 750.000 - 1.000.000/hari.

Jika tetap memakai jadwal penerbangan yg sama (12-18 Nov) banyak tempat yg bisa kita kunjungi, misal :

  • Berburu Lingko, kebun orang Manggarai yg berbentuk jaring laba-laba di daerah sekitar Ruteng - Pela. Untuk mendapatkan view yang sangat-sangat jelas kita harus menggapai lever yang cukup tinggi, yaitu bukit-bukit yang berada disekitar kebun itu.

  • Todo, Kerajaan tua di Manggarai juga saudara tua dari Wae Rebo. Di Todo terdapat Mbaru Tembong yg sangat besar, diameter mencapai 25 meter. Juga terdapat kendang yg kulitnya berasal (konon) dari kulit perut/lambung seorang putri dari Raja Todo.

  • Mungkin juga di hari terakhir bisa trekking di Pulau Rinca, berburu dan diburu Sang Dragon :p

Lingko

Mengenai tempat :

  • Labuan Bajo : Semua sudah tahu kan? :p

  • Pela : Kampung kecil, terletak diperlintasan jalan utama antara Labuan Bajo dan Ruteng. Salah satu jalan utk menuju Todo dan Wae Rebo.

  • Ruteng : Ibukota Kabupaten Manggarai, Flores, NTT.

  • Dintor : Kampung nelayan di pesisir selatan Manggarai.

  • Kombo : Kampung yang masyarakatnya juga warga Wae Rebo, terutama anak-anak yg bersekolah. Jadi tak ada beda antara masy Kombo dgn masy Wae Rebo.

  • Denge : Kampung terakhir yg dapat diakses kendaraan bermotor. Terdapat 1 homestay milik warga Wae Rebo, yg memang dikhususkan utk tamu menginap sebelum trekking ke Wae Rebo.

Para pewaris adat dan kehidupan.



Photos :
































...cukup sudah, kata-kata dan foto-foto tak kan berarti banyak, rasakanlah langsung...








cp :Yayak

e : akarpucuk@gmail.com

ph : 081338009174


Saturday, August 28, 2010

Arsitektur Niskala

Suatu sore yang mendung di sebuah kebun tempat menjual tanaman-tanaman aneh bin ajaib, yang di kebun itu sudah ada tiga pohon beringin yang besar-besar, akar udaranya sudah mulai bergelantungan bak rambut si Kunti ;), salah satu beringin dengan tinggi 10-15 meter dan sudah memiliki 6-7 cabang itu sudah laku dijual ke seorang bule yang bercita-cita membuatkan rumah pohon untuk tempat anak-anaknya bermain.

Sambil menunggu si Nyoman membuatkan daftar list dari tanaman-tanaman pesananku. Aku berkeliling menyusuri setiap sudut dari kebun itu dan tertarik melihat suatu kegiatan, ngoker tanaman ysng sudah cukup besar. Setelah basa-basi tentang hal-hal teknis dalam ngoker tanaman, pembicaraan berganti seiring langit terang yang menuju gelap dan semakin mencekam, karena obrolan terjadi tepat di bawah naungan pohon beringin yang paling besar, yang akar udaranya kadang melambai-lambai tertiup angin sore yang basah, yang cabang-cabangnya sudah mencapai ke kebun-kebun tetangga, mungkin diameternya sudah lebih dari 30 meter.

"Bli, aku masih nyari pohon Kepuh, pohon Kemenyan dan pohon Wijaya Kusuma, nyari dimana ya? Kemarin-kemarin udah nanam Bodhi, Ancak, Pule, Cendana dan Kepah. Ohya, kurang Beringin juga, tapi kalo Beringin masih gampang nyarinya." sergahku ke Komang, buruh yang biasa ngoker pohon-pohon besar di kebun milik keluarga si Nyoman.

"Hah? untuk apa nanam pohon begituan, tahu ajakan itu pohon-pohon yang biasanya cuma ada di kuburan-kuburan dan pura-pura orang Bali." cepat ia menjawab.

"Ya aku tahu. Emangnya kenapa?" heran sambil celingak-celinguk merhatiin si Komang dengan tangannya yang kekar mencoba menggali tanah disekeliling pohon Mundeh yang akan di pindah ke karung barunya.

"Pohon-pohon seperti itu cepat sekali 'isi'nya." lanjut si Komang.

"'Isi' apaan?" tambah heran dengan penjelasan si Komang yang mulai sok berfilsafat dan semakin abstrak itu.

"You know lah, wong samar !!" ledek si Komang, sambil cekikikan.

"Iya ya, secara tak sadar aku sudah membuatkan rumah untuk wong samar itu, daripada mejeng di tempat-tempat ga jelas, gangguin orang, mending ngaso di rumah sendiri, membangun keluarga yang lebih manusiawi, hahaha..." jelasku agak bercanda.

"Wah, betul juga ya. Ok deh, nanti saya carikan." jawab si Komang dengan semangat.

"Hmmm, teryata aku punya cara alternatif untuk berdamai dgn 'mereka', aku (juga) arsitek niskala. Bagi kita yang manusia ini mungkin hanya sekedar pohon-pohon raksasa, tapi bagi 'mereka' merupakan tempat tinggal yang paling ideal dan nyaman." dalam hatiku ;)

Lamunan terburai karena teriakan Nyoman yang ternyata kesulitan mencari posisiku dimana.

"Nih, listnya udah jadi. Setiap tanaman yang udah dipesen juga udah dibuatkan tag-nya. Total baru 23 jenis tanaman ya, karena stok dengan ukuran yang kecil-kecil tinggal itu aja. Untuk Kepuh, Asem Papua, Wijaya Kusuma dan Mangga Hitam masih waiting list ya. Harga teman tak kasih dua puluh lima ribu per bijinya deh, ok?" sergah Nyoman agak terburu-buru, mungkin ingin segera cepat pulang ke rumah, langit semakin hitam kelam memang.

"Ok..ok...masih dapat bonus ga, kayak dulu? hehehe..." candaku merayu.

"Ya ambil dah Sandat Bali-nya satu biji." sambil menambahkannya ke list, supaya si Komang tidak lupa mengelompokkan tanaman-tanaman yang sudah dipesan.

"Siiiip dah. H-3 Purnama aku ambil ya, mau segera di kirim ke Pekanbaru." janjiku.

"Biar sebelum purnama bisa ditanam, dan ikut berpesta pora bersama seluruh tanaman yang berada di wilayah naungan sinar punama, tentu juga 'isi'nya diundang untuk ikut dalam pesta itu ;)" harapku dalam hati.

Kerobokan, 20100823.

.y.

Monday, April 5, 2010

Rumah Tukad Irawadi (Area Servis)

Proyek : Rumah Tinggal (area servis)
Lokasi : Jl. Tukad Irawadi, Denpasar, Bali
Luas Tanah : 68 m2
Luas Bangunan : 39 m2
Tahun Desain : 2009
Pemilik : Yuyun Ismawati
Arsitek : Raditya Mohamad

Saya lebih banyak belajar dari rumah ini. Kliennya seorang teman, Ibu Yuyun, peraih Goldman Environmental Prize 2009 (semacam Nobel Prize di bidang Lingkungan Hidup).
Lokasinya berada di perumahan yang dikembangkan salah satu developer di Bali, sehingga secara fisik tidak banyak yang dapat dilakukan untuk rumah utamanya. Dan kebetulan ibu Yuyun sudah menyerahkan desain rumah utama kepada arsitek lain.
Sisa lahan seluas 68 m2 yang terletak di belakang rumah utama, hendak dikembangkan sebagai area servis, karena memang pada rumah utama belum mencukupi. Dalam hal ini saya hanya memberikan beberapa masukan, terutama pada atap rumput dan dinding tanaman dari batu bata. Eksekusi di lapangan sepenuhnya oleh ibu Yuyun dan tim.
Ajaibnya, masih juga diselipkan agenda-agenda lainnya, yang sangat dan sangat patut untuk di contoh bagi khalayak umum yang tinggal di daerah urban seperti ini. Pengolahan limbah rumah tangga yang dipadukan dengan biogas.
Ukuran tankinya pun disesuaikan dengan jumlah anggota keluarga. Jika sudah efektif, gas yang dihasilkan biogas ini bisa digunakan untuk menghidupkan api berwarna biru (memasak) selama 1 jam, lumayan bukan?

Ahh, Gilak !

Untuk detilnya, silahkan kontak saya, dan kita berangkat ke rumah ini, yang oleh ibu Yuyun menamainya "THE OUROBOROS HOUSE" alias "rumah ora boros" ;)

Ini beberapa foto saat open house beberapa waktu lalu.
photos 1
photos 2